INDOLIN.ID ■ I Nyoman Pasek Suwarsana (54) mantan Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP) pada Biro Aset Setda Provinsi Bali, dalam sidang Tindak Pidana Korupsi oleh Jaksa diajukan tuntutan hukuman selama 2,5 tahun, pada Jumat (27/8).
Pria kelahiran Ambon 7 September 1966 ini oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ida Ayu Nyoman Surasmi,SH dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan dalam pengelolaan atau penyimpangan pada pelaksanaan dan penatausahaan belanja anggaran daerah di Setda Provinsi Bali Tahun Anggaran (TA) 2016 yang mengakibatkan kerugian negara atau daerah.
Perbuatan tersakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 Jo Pasal 18 UU No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP sebagaimana dalam Dakwaan Subsidiair Jaksa Penuntut Umum.
"Menuntut kepada terdakwa dihukum penjara selama 2 tahun 6 bulan dan denda sebesar Rp 50 juta subsider 3 bulan kurungan. Menuntut kepada terdakwa supaya membayar uang pengganti sebesar Rp. 417.688.017, sebagai pengganti Kerugian Negara," tuntut Jaksa dihadapan majelis hakim diketuai Gede Putra Astawa,SH.,MH.
Dalam persidangan yang digelar secara virtual itu, JPU menekankan kepada terdakwa apabila tidak
sanggup membayar uang pengganti paling lama dalam waktu satu bulan sesudah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
sanggup membayar uang pengganti paling lama dalam waktu satu bulan sesudah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
"Jika dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka dapat diganti dengan pidana penjara selama satu tahun 3 tiga bulan," tegas Jaksa Kejati Bali ini.
Hal yang meringankan dari tuntutan Jaksa bahwa terdakwa telah mengakui perbuatannya dan beritikad membayar kerugian keuangan negara secara mencicil melalui pemotongan gaji terdakwa, dan terbayarkan sebesar Rp 208.406.882.
Seperti diberitakan sebelumnya, dalam kasus ini terdakwa sebagai bendahara, melakukan penatausahaan keuangan secara proforma, yakni dengan menatausahakan keuangan tidak menggunakan bukti pengeluaran yang sah.
Dimana tidak disertai dengan pemberian uang tunai (panjar titipan) yang seharusnya BPP mengembalikan sisa panjar senilai Rp676.094.899,00 kepada Bendahara Pengeluaran atas sisa panjar yang diberikan Bendahara Pengeluaran Setda dikurangi dengan realisasi belanja Biro Aset.
Selanjutnya, Swarsana seolah-olah telah mengembalikan sisa panjar kea Bendahara Pengeluaran Setda berdasarkan kuitansi pengembalian fiktif tertanggal 30 Desember 2016 senilai Rp.676.094.899.
Namun dalam kenyataannya, jumlah uang yang dikembalikan ke Bendahara Pengeluaran hanya senilai Rp50.000.000,00, sehingga masih terdapat sisa panjar yang belum dikembalikan oleh BPP Biro Aset kepada Bendahara Pengeluaran senilai Rp.626.094.899,00 (Rp.676.094.899,00 – Rp50.000.000,00), disebut sebgai Kerugian Keuangan Negara.
Dalam kasus ini, terdakwa tak sendirian. Mantan Bendahara Pengeluaran Setda Bali juga I Wayan Diantara ikut diseret ke meja hijau dengan modus berbeda yakni pencairan Upah Persediaan (UP) dan GU tidak berdasarkan kebutuhan biro, dan mencairkan seluruh cek tanpa persetujuan Pengguna Anggaran serta belum melakukan penyetoran ke kas daerah. (Red)