-->
  • Jelajahi

    Copyright © INDOLIN.ID | INDONESIA ONLINE
    Indolin id
    CLOSE ADS
    CLOSE ADS

    ECONOMY

    Kawasan Taka Bonerate Rawan Konflik Agraria, Apa Kabar Program PTSL?

    INDOLIN.ID
    Jumat, 09 Mei 2025, 22.33 WIB Last Updated 2025-05-09T15:33:27Z

    INDOLIN.ID | SELAYAR — Puluhan tahun menempati pulau-pulau di kawasan konservasi, ribuan warga yang mendiami Takabonerate belum memiliki kepastian hukum atas tanah mereka. Jangankan warga, status lahan yang dibanguni fasilitas pemerintah desa pun dipertanyakan. 

    Status kepemilikan tanah masyarakat dan lahan pemerintah desa serta fasilitas pemerintah lainnya di seluruh pulau berpenghuni dalam Kawasan Nasional Takabonerate, Kabupaten Kepulauan Selayar, masih belum jelas. Hingga saat ini, masih diragukan bidang tanah yang memiliki sertifikat resmi dari Badan Pertanahan Nasional (BPN).

    Berdasarkan data yang dihimpun, sedikitnya 7.530 jiwa tersebar di 11 pulau berpenghuni, seperti Pulau Rajuni Bakka, Rajuni Kiddi, Pulau Latondu, Tarupa, Jinato, Tambuna dan Pasitallu Timur. 

    Lahan masyarakat: ± 1.350 hektare, digunakan untuk permukiman, perikanan, dan aktivitas ekonomi.

    Lahan pemerintah desa dan fasilitas publik: ± 78 hektare, mencakup kantor desa, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, lapangan, dan rumah ibadah.

    Namun, semua lahan yang dimanfaatkan tersebut diketahui belum jelas statusnya dan diduga belum memiliki status hukum yang sah. Hal ini menjadi salah satu dari berbagai hal yang kerap memunculkan masalah, mulai dari potensi konflik lahan, transaksi ilegal, hingga kendala dalam pengajuan pembangunan didesa-desa dalam kawasan. 

    "Kami sudah tinggal disini puluhan tahun, membangun desa, sekolah, bahkan kantor desa diatas tanah yang sampai sekarang belum jelas statusnya. Pemerintah harus hadir memberikan kepastian," kata Saleh, salah seorang warga di Kawasan Takabonerate, pada Jumat (9/5).

    Bahkan, menurut penelusuran lapangan, sudah terjadi beberapa kasus jual beli tanah antar masyarakat tanpa dokumen hukum. Di sisi lain, kantor-kantor pemerintah desa yang dibangun dari anggaran negara diduga masih belum memiliki sertifikat hak pakai yang resmi.

    Kondisi ini sangat memprihatinkan mengingat kawasan Takabonerate merupakan wilayah strategis nasional dan juga taman laut nasional yang berada di bawah pengelolaan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

    Hasil penelusuran, ada warga yang telah memiliki sertifikat. Hal ini didapat saat program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) beberapa waktu lalu. Namun saat ini tidak lagi berjalan di kawasan Takabonerate. 

    Takabonerate sendiri dikenal sebagai atol terbesar ketiga di dunia dengan luas mencapai 530.765 hektare, menjadikannya kawasan dengan nilai ekologis tinggi sekaligus tantangan besar dalam tata kelola ruang antara pelestarian alam dan hak masyarakat.

    "Sertifikasi tanah bukan sekadar legalitas, tapi juga perlindungan hak masyarakat adat dan jaminan pembangunan desa ke depan," tambah salah satu tokoh masyarakat Takabonerate.

    Dengan pertumbuhan penduduk yang terus meningkat dan tekanan kebutuhan ruang yang makin besar, masyarakat berharap pemerintah pusat segera menurunkan tim terpadu untuk menyelesaikan persoalan ini sebelum konflik agraria tak terhindarkan terjadi. (Tim).

    Komentar

    Tampilkan

    BERITA TERBARU