Surat Terbuka Untuk Bapak Prabowo Tercinta
0 menit baca
Oleh: Ridwan 98
Ketua Umum Gema Puan
Pemilu Presiden 2024 telah usai. Prabowo Subianto kini resmi menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia untuk periode 2024–2029. Sudah delapan bulan berlalu sejak pelantikan pada 20 Oktober 2024, pemerintahan berjalan aktif. Kabinet telah terbentuk, roda birokrasi berputar, dan banyak wajah baru mengisi jabatan strategis—baik di kementerian maupun di BUMN.
Namun, di tengah euforia kemenangan dan gemerlap kekuasaan, tersisa satu pertanyaan mendasar: di mana posisi para relawan yang turut berjuang sejak awal?
Kami di Gema Puan—sebuah organ relawan resmi yang ikut mendukung kemenangan Prabowo—merasa patut menyampaikan suara hati kami. Kami bukan relawan musiman. Kami memiliki legalitas jelas, terdaftar resmi di rumah pemenangan Prabowo baik di Slipi maupun Imam Bonjol. Kami memiliki sertifikat dan dokumen administratif yang sah sebagai bagian dari jaringan relawan nasional.
Namun hari ini, delapan bulan pasca kemenangan, kami justru merasa dikesampingkan. Tidak diundang, tidak diajak bicara, bahkan sekadar komunikasi pun nyaris tak ada. WhatsApp dibaca tapi tidak dibalas. Telepon tak diangkat. Pintu-pintu yang dulu terbuka, kini seolah tertutup rapat.
Bukan Relawan Instan
Gema Puan lahir dari barisan loyalis sejati Mbak Puan Maharani. Sejak awal kami berjuang untuk mendorong beliau sebagai calon presiden dari PDI Perjuangan. Namun ketika dinamika politik partai memutuskan pilihan pada Ganjar Pranowo, kami tetap menjaga komitmen dan kesetiaan pada Mbak Puan. Kami menahan diri untuk tidak serta-merta bergeser arah, karena kami menjunjung tinggi etika dan mekanisme internal partai.
Hingga akhirnya, pada pertengahan 2023, setelah PDI Perjuangan secara resmi mengumumkan calon presiden, kami membuka diri. Kami menerima ajakan langsung dari sejumlah tokoh di lingkaran Partai Gerindra untuk bergabung dalam barisan pemenangan Prabowo. Pada 25 Juni 2023, saya secara pribadi menerima undangan dari Saudara Ricky Tamba. Keesokan harinya, saya dan jajaran DPP Gema Puan hadir di Slipi dan diterima hangat oleh Saudara Fauzi Badillah, Haris Motti, dan Ricky Tamba.
Sejak saat itu, kami aktif terlibat di rumah pemenangan Prabowo di Imam Bonjol. Kami bekerja bersama Saudara Noel, menguatkan jaringan akar rumput, dan turut menyumbang suara untuk kemenangan. Meski banyak dinamika yang merugikan eksistensi kami, Gema Puan tetap komitmen dan fokus pada kerja-kerja politik demi satu tujuan: memenangkan Prabowo. Dan alhamdulillah, beliau menang.
Kemenangan yang Menyisakan Luka
Namun, kemenangan itu justru menjadi awal dari rasa kecewa yang dalam. Sudah delapan bulan berlalu, tak ada komunikasi lanjutan. Tak ada ajakan, tak ada pelibatan, bahkan sekadar penghargaan simbolik pun tak diberikan. Kami merasa seolah tak pernah hadir dalam perjuangan.
Padahal kami tidak pernah menawarkan diri. Kami diundang. Kami datang membawa nama besar Gema Puan—organisasi dengan identitas jelas dan loyalitas yang teruji. Kami tidak menuntut jabatan. Kami tidak mengemis posisi. Tapi ketika relawan yang tulus dan berintegritas justru diabaikan, kami merasa perlu bersuara.
Kami sejatinya enggan membuka ini ke ruang publik. Tapi kami punya martabat. Kami bukan relawan abal-abal. Kami tidak datang demi keuntungan pribadi. Kami datang membawa idealisme, dan atas nama kehormatan itulah suara ini kami sampaikan.
Harapan untuk Didengar
Kami masih percaya, perjuangan ini belum usai. Kami masih percaya pada kearifan Presiden Prabowo dan para tokoh yang dulu menyambut kami. Terutama kepada Bang Dasco dan tokoh-tokoh senior Partai Gerindra—kami titipkan harapan.
Kami tidak meminta lebih. Kami hanya ingin diakui, dihargai, dan dilibatkan. Karena dalam sejarah perjuangan politik, melupakan relawan adalah awal dari pudarnya kepercayaan publik.
Jika suara ini terus diabaikan, kami akan mempertimbangkan untuk menyampaikan hal ini lebih luas di ruang publik. Bukan untuk mengancam, melainkan untuk menjaga marwah organisasi kami dan martabat Mbak Puan Maharani yang selama ini kami junjung tinggi.
Kami datang dengan niat baik. Maka kami berharap, niat baik itu dibalas dengan penghargaan yang setimpal.
Salam Pancasila! (*)