INDOLIN.ID ■ Media internasional Reuters menyoroti kejadian terpilihnya Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.
Reuters menyebutkan bahwa diangkatnya Moeldoko merupakan sebuah langkah untuk memperluas koalisi Presiden Jokowi, lansir Reuters pada 8 Maret 2021.
Disebutkan bahwa koalisi Jokowi sudah menguasai 74 persen dari 575 kursi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.
Ditambah adanya Partai Demokrat yang dipimpin oleh Moeldoko, maka akan bertambah sebanyak 9 persen, ungkap Reuters.
Agus Harimutri Yudhoyno turut disebut sebagai Ketua Umum Partai Demokrat yang sah dan menentang penunjukan Moeldoko lewat KLB.
AHY kemudian dikatakan menjadi salah satu pemimpin baru yang dapat mencalonkan diri sebagai presiden pada 2024 mendatang.
“Kongres Luar Biasa, ilegal, dan inkonstitusional ini diadakan oleh sejumlah anggota, mantan anggota, yang bersekongkol dengan actor eksternal,” ujar AHY kutip Reuters.
Jokowi didesak oleh AHY untuk menolak dan tidak mensahkan penunjukan Moeldoko serta akan menempuh jalur hukum.
Reuters kemudian mengutip perkataan dari Hendri Satrio, seorang analis politik dari Universitas Paramadina.
“Dengan adanya Moeldoko di Partai Demokrat, pemerintahan akan semakin kuat dan ini bukan hanya soal 2024, tapi hari ini. Dengan ini, pemerintah akan sangat leluasa merancang kebijakan terkait politik dan kekuasaan,” ucap Hendri.
Sorotan media asing ini kemudian mendapat tanggapan dari politisi Partai Demokrat Ricky Kurniawan melalui akun Twitternya.
Dia menyebutkan bahwa praktik perpolitikan pengambil-alih kepemimpinan Partai Demokrat sebagai sesuatu yang hina dan menjijikan.
“Dunia melihat! Seorang pembantu presiden yang bukan kader dan anggota mengambil alih partai oposisi. Dunia melihat perpolitikan Indonesia yang santun dan beradab menjadi hal yang hina dan menjijikan!,” cuitnya di @RicKY_KCh, 7 Maret 2021.
Saat ini, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD sudah memberikan cara penyelesaian masalah Partai Demokrat.
Pemerintah akan bersedia menerima pendaftaran KLB beserta hasilnya hingga AD/ART baru untuk dikaji dan dibandingkan dengan AD/ART Demokrat yang sudah ada.
Namun jika keputusan Kemenkumham tidak diterima, maka baik kubu AHY maupun kubu KLB bisa mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) untuk menentukan siapa pemenangnya. (Reuters/Ant/R-01)